Word For Life

- Hidup itu seperti mengendarai sepeda. Untuk menjaga keseimbangan, sepeda harus terus berjalan. Demikian pula hidup ini.
- Tidak ada hal yang lebih lembut dari kekuatan, dan tidak ada hal yang lebih kuat dari kelembutan.
- Senyuman merupakan hal kecil yang dapat membuat hidup ini menjadi lebih mudah.
- Kesenanagan terbesar dalam hidup ini adalah melakukan hal, dimana orang lain menganggap bahwa kita tidak mampu melakukan hal tersebut.
- Terkadang manusia bisa menjadi air seperti malaikat, tapi manusia juga bisa menjadi api yang membakar semua seperti iblis.
- Setajam-tajamnya pedang pasti ada sisi tumpulnya, seburuk-buruknya seseorang pasti ada sisi baiknya.
- keindahan dalam cinta itu bukan dari pelukannya atau ciumannya tapi dari kesetiaannya.
- Saat dalam cinta tak ada orang yang cerdas.

CERPEN Hastin Xirera


                                                  Berlian Tercipta dari Tekanan-Tekanan

                                                                     Karya Hastin Xirera


                Hatiku sangat sedih semenjak mama meninggalkanku. Dia meninggal dua hari yang lalu karena kecelakaan, saat dia pulang dari kantornya. Papaku selalu menghiburku, tapi bagaimana pun juga aku tidak bisa melupakan kepergian mamaku yang sangat kucintai.
                “Lian makan nak. Kamu sudah tidak makan semenjak dua hari yang lalu“, terdengar papaku berkata. Tapi aku tidak memperdulikannya, aku mengunci diriku selama dua hari dalam kamar tanapa keluar dan tanpa makan.
                “Lian ayo makan sayang, nanti kamu sakit“ terdengar papaku berkata lagi, tapi aku tetap tidak memperdulikannya. Aku hanya berbaring di kasurku sambil menatapi fotoku bersama mama.
Tak lama kemudian terdengar suara Bi Mina, dia adalah pengasuhku sejak aku kecil.
                “Non Berlian, keluar non, ayo makan. Nanti non sakit, yang repot nantikan bibi sama papa non” pinta Bi Mina. Aku kasihan dengan Bi Mina, jadi aku keluar dari kamarku.
                Di meja makan papa sedang menungguku. Ketika dia melihatku dia tersenyum dan segera berjalan menuju ke arahku dan merangkulku menuju meja makan.
                “Berlian Sekarang kamu makan ya sayang? Papa udah masak nasi goreng kesukaan kamu. Makan yang banyak ya, kalo gak nanti kamu sakit” kata papa sambil menyodorkan sepiring nasi goreng padaku. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan tersenyum padanya.
                 “Berlian kamu harus janji sama papa kamu gak boleh mengurung diri di kamar lagi dan kamu harus makan dengan teratur” kata papa. Aku kembali menganggukkan kepalaku.
                “Berlian kamu jangan bersedih lagi ya. Papa akan berusaha menjadi seorang mama sekaligus seorang papa untukmu, jadi kamu jangan khawatir ya sangat. Papa janji akan melakukan apapun yang mamamu telah lakukan padamu, papa akan buat kamu bahagia dan tidak merasakan kesedihan lagi. Jadi kamu jangan sedih lagi ya?” aku hanya diam mendengar apa yang papaku katakan tadi.
                “Berlian kamu jangan sedih lagi ya? Papa janji akan berusaha merawatmu dan meluangkan waktu agar kita bersama-sama” katanya lagi. Aku tetap diam.
                Keesokan harinya aku pergi ke sekolah setelah dua hari aku tidak masuk. Di sekolah tidak seperti yang dulu. Aku lebih banyak melamun dan menyendiri, karena aku belum bisa menerima kenyataan bahwa mamaku telah meninggalkanku untuk selamanya. Tiga tahun kemudian aku lulus SMA, aku sudah menetukan untuk melanjutkan belajarku ke Singapura. Karena mamaku sempat bilang kalau dia ingin aku sekolah ke Singapura. Akupun minta izin sama papa.
                “Papa, Berlian ingin melanjutkan sekolah ke Singapura pa” kataku.
                “Singapura? Kenapa harus pergi ke Singapura, kamukan bisa sekolah di sini aja kan?” tanya papa.
                “Gak, pa. Berlian ingin melanjutkan ke Singapura!” kataku lagi
                “Kenapa kamu mau ke Singapura? Kenapa gak di sini aja?”
                “Karena mama, pa. Mama pernah bilang kalo dia ingin aku melanjutkan ke Singapura setelah SMA” jawabku tegas.
                “Baiklah kalo kamu mau, kamu boleh pergi” kata papa sambil tersenyum.
                “Bener, pa?” tanyaku tak percaya.
                “Iya” kata papa lagi.
                Kemudian aku pun pergi ke Singapura. Di sana sedikit demi sedikit akupun bisa melupakan kesedihanku. Senyuman mulai terlihat di bibirku dan aku mulai merasakan kebahagiaan kembali bersama teman-teman baruku. Setelah aku lulus, akupun kembali ke Indonesia.
Saat aku tiba di rumah aku memanggil Bi Mina,
                “Assalamualaikum, Bi Mina bukain pintunya dong. Ini aku bi, Berlian aku udah pulang dari Singapura” kataku sambil membunyikan bel. Tapi tak ada yang menjawab. Akupun mencoba membunyikan bel lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Terpaksa akupun menunggu di teras. Karena terlalu lama menunggu, akupun tertidur di teRas.
                Tak lama kemudian, seorang wanita membangunkanku, akupun terbangun.
                “Hai, nak. Kamu siapa? Apa yang kamu lakukan di teras rumah saya?” tanya wanita itu. Seketika aku menjadi bingung apa yang dimaksud oleh perempuan itu.
                “Maaf, ini benarkan rumah Pak Riko Ricardo?” tanyaku.
                “Iya, benar. Ini rumah Pak Riko. Maaf adik ini siapa ya?” wanita itu.
                “Saya putrinya Pak Riko. Anda siapa?” kataku dengan suara agak naik.
                “Jadi adik ini Berlian Ricardo. Perkenalkan saya Rika Ricardo” katanya. Mendengar jawaban itu, spontan aku terkejut.
                “Apa nama Anda Rika Ricardo. Berarti Anda...” perkataanku teputus ketika aku melihat papa datang.
                “Berlian kami sudah datang? Kapan kamu datang? Kenapa gak minta jemput”  kata papa. Aku tidak perduli apa yang papa katakan, dalam pikiRanku ada banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan                     “Papa dia bilang namanya Rika Ricardo. Apa maksudnya pa?” tanyaku dengan nada yang tinggi.
                “Oh, Berlian dia ini mama baru kamu sayang” kata papa sambil tersenyum padaku. Mendengar jawaban papa seolah-olah aku tidak percaya. Dan tiba-tiba aku merasa pusing.
                “Apa, pa? Mama baru!” kataku
                “Iya sayang. O ya maafkan papa ya karena papa gak beritau kamu lebih dahulu, soalnya papa takut ganggu kamu di Singapura. Kami sudah menikah lima bulan yang lalu” kata papa. Mendengar jawaban papa, aku langsung pergi. Dalam pikiranku kosong, aku tidak bisa memikirkan apapun. Aku lari tanpa tujuan.
                “Berlian kamu mau kemana, nak?” suara papa terdengar, tapi aku tidak peduli aku tetap lari meninggalkannya.
                Aku lari tanpa tujuan sampai hari mulai gelap. Ketika hari gelap, aku tidak bisa melihat apapun. “Braaak” aku tersandung sesuatu dan aku terjatuh.
                Ketika mataku terbuka, aku sudah terbaring di sebuah ranjang tanpa kasur tapi menggunakan tikar. Tiba-tiba ada seseorang yang berbicara padaku
                “Sudah bangun, nak?” tanya orang itu dengan suara yang samar. Akupun membalikkan badanku untuk melihat orang itu. Aku kaget, aku melihat seorang nenek tua sedang tersenyum padaku sambil membawa segelas air putih.
                “Ini minum airnya ya? Maaf nenek hanya bisa memberikan ini” katanya lagi.
                “Iiya” kataku.
                “Tadi malam kakek menemukanmu terbaring tak berdaya di jalan, karena kasihan kakekpun membawamu ke sini” katanya lagi.
                “Terima kasih karena sudah menolongku” kataku sambil tersenyum.
                “Iya, nak sama-sama. Bukankah sesama manusia kita harus saling tolong-menolong” katanya sambil membalas senyumanku.
                “Nak, kamu bisa seperti ini?” katanya
                “Aku minggat dari rumah, nek” kataku.
                “Kenapa kamu minggat dari rumah? Kasihan oRangtuamu di sana mencarimu” katanya. Kemudian aku menceritakan apa yang terjadi padanya. Tapi dia menyuruhku kembali ke rumah dan minta maaf pada papa dan mama tiriku. Aku hanya terdiam mendengar jawabannya.
                “Bagaimana dengan nenek, nenek tinggal dengan siapa?” tanyaku.
                “Nenek hanya tinggal dengan kakek, kami tidak punya anak” katanya.
                “Kalau begitu kakek mana?” tanyaku lagi.
                “Kakek di hutan dia mencari apa saja yang dapat dijual” katanya lagi.
                Setelah aku sembuh, akupun memutuskan untuk pergi dari rumah kakek dan nenek, karena dia tidak ingin menjadi beban bagi mereka. Karena mereka tidak mengizinkanku kalau tidak pulang ke rumah papa, jadi aku berbohong dan aku mengatakan bahwa aku akan pulang ke rumah papa.
                Akupun tidak tahu lagi akan kemana. Aku mencoba mencari pekerjaan, tapi tidak bisa. Kerena mereka memerlukan banyak syarat seperti ijazah. Karena aku pergi dari tanpa membawa apapun, jadi aku tidak bisa mencari pekerjaan. Terlebih mereka melihat dari penampilanku yang acak-acakan seperti tidak berpendidikan.
                Akhirnya aku menjadi gelandangan yang pekerjaannya hanya meminta-minta. Aku tinggal di kolong jembatan, di empeRan toko bahkan di bangku taman. Padahal dulunya aku tidak pernah terpikir bahwa aku akan menjadi seperti ini.
                Saat aku sedang mengemis ada seseoRang yang memanggil namaku.
                Berlian, what are you doing here?” katanya. Aku menengok ke atas. Ternyata dia adalah Soniya, dia temanku saat aku sekolah di Singapura. Kemudian aku menceritakan semuanya. Diapun menyuruhku untuk ikut ke India, kebetulan di tempat dia bekerja sedang mencari lowongan kerja, tapi hanya sebagai office girl. Tapi daripada aku menjadi gelandangan, akupun setuju dan pergi ke India bersamanya.
                Di sana aku di terima bekerja, mulanya hanya sebagai office girl  tapi Sekarang aku menjadi seorang designer. Dulu aku numpang tinggal bersama Soniya, tapi Sekarang aku sudah mampu membeli rumah untukku sendiri. Akupun hidup bahagia di India.
                Karena keperluan untuk penawaran barang-barang dari perusahaan kami. Aku ditugaskan untuk menawarkan barang ke Indonesia. Mulanya aku tidak mau, tapi karena perintah atasan. Akhirnya aku mau.
                Saat aku menawarkan barang di Indonesia, aku bertemu dengan Bi Mina yang sekarang sudah sangat tua. Aku bertanya apakah dia masih bekerja di rumah papa, dia bilang tidak. Ternyata dia dipecat oleh mama tiriku.
                Ketika kami sedang bercakap-cakap. Tiba-tiba papa datang dan memintaku pulang.
                “Berlian ayo pulang, nak. Papa kesepian sendirian dan Bi Mina tolong kembali juga Bi” kata papa.
                “Gak pa. Aku gak mau pulang” kataku.
                “Lian, papa sudah menceraikn Rika. Papa baru sadar bahwa dia tidak cocok untuk papa. Dan untuk Bi Mina saya juga minta maaf, karena telah memecat Bi Mina” kata papa. Aku hanya diam.
                “Lian papa minta maaf. Apa papa harus berlutut padamu dan Bi Mina” kata papa. Mendengar apa yang papa katakan aku terkejut. Kemudian papa berlutut untuk kami berdua. Tapi belum sempat papa berlutut, Bi Mina mengangkatnya dan Bi Mina bilang dia sudah memaafkannya. Tapi, papa tetap berusaha berlutut, sebelum mendapat jawaban dariku. Karena aku tidak sanggup dan aku ingat kata mama bahwa aku harus menjadi anak yang baik, menurut kata orang yang lebih tua dan membahagiakan papa. Akupun memaafkan papa dan kamipun berpelukan. Saat berpelukan, aku ingat satu yang mama pernah katakan padaku
                “Nak, mama memberinamamu Berlian karena mama pernah membaca sebuah buku di sana terdapat kalimat yang tidak bisa mama lupakan, yaitu ‘Berlian tercipta dari tekanan-tekanan’ “ kata mama. Lalu aku bertanya apa artinya. Mama bilang suatu hari nanti aku akan tau sendiri apa artinya. Dan sekarang aku sudah tau apa maksudnya, yaitu untuk menjadi sebuah berlian yang indah yang diminati banyak orang, berlian itu harus tercipta dari tekanan-tekanan yang membuatnya indah. Jika aku ingin berhasil dan disukai banyak orang, aku tidak bisa mendapatnkan semua secara instan melainkan melalui cobaan-cobaan yang berat.
                Kemudian kamipun pulang ke rumah papa. Dan Bi Mina kembali membantu kami. Dan kami bertiga hidup bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar